Banten – Beberapa bulan lalu, polemik pagar laut di Kabupaten Tangerang sempat viral dan menjadi sorotan publik. Banyak pihak memanfaatkan momentum ini untuk berperan sebagai “hakim jalanan,” termasuk menyeret nama Agung Sedayu Group dalam narasi yang tidak berdasar.
Salah satu aktor yang diduga memanipulasi isu ini adalah Gufroni dari LBH Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang disebut-sebut membawa agenda pribadi dan kelompok.
Muhammadiyah Ditunggangi untuk Kepentingan Mafia Tanah?
Aktivis Muhammadiyah Paman Nurlette menduga Gufroni, bersama kelompok yang disebut sebagai “mafia kasus,” aktif menyuarakan polemik pagar laut dengan narasi provokatif. Yang lebih memprihatinkan, Nurlette juga menduga Gufroni telah menyeret nama tokoh Muhammadiyah terkemuka seperti Din Syamsuddin dan M. Busyro Muqoddas untuk ikut mengomentari kasus yang sebenarnya telah memiliki kekuatan hukum tetap.
“Padahal, sebagai organisasi yang menghormati hukum, Muhammadiyah seharusnya tidak perlu ikut campur dalam kasus yang sudah diputuskan pengadilan,” ujarnya.
“Mengomentari putusan yang telah inkrah sama saja merendahkan wibawa hukum,” tegas Paman Nurlette lagi.
Track Record Kelam Gufroni dan Kelompok Mafia Kasus”
Disebutkannya, Gufroni bukan kali pertama terlibat dalam pembelaan kasus-kasus bermasalah. Beberapa contoh yang diungkap yakni :
Pertama, masus SK Budiarjo & Nurlela. Pasangan ini divonis 2 tahun penjara atas pemalsuan sertifikat tanah di Cengkareng. Mereka didampingi Ahmad Khozinudin (eks HTI) dan Gufroni.
Selanjutnya, kasus Sutrisno Lukito (PT Graha Cemerlang) – Terbukti sebagai otak pemalsuan surat tanah, divonis 3 tahun penjara. Lagi-lagi, Gufroni diduga terlibat dalam pembelaannya.
Kasus Charlie Chandra di Lemo – Terlibat pemalsuan dokumen tanah sejak 1993. Meski sempat berdamai, Charlie kembali melanggar kesepakatan dan kini dibela oleh Gufroni.
“Fakta-fakta ini menunjukkan pola yang konsisten: Gufroni dan kelompoknya kerap membela mafia tanah, lalu kalah di pengadilan, lalu beralih ke opini publik untuk menyerang lawan,” jelasnya.
Muhammadiyah Harus Tegas
Sebagai ormas terbesar, pesan Nurleete, Muhammadiyah harus waspada terhadap oknum yang memanfaatkan nama besar organisasi untuk kepentingan kelompok Gufroni, dengan jabatannya di LBH PP Muhammadiyah, berpotensi mencederai kredibilitas organisasi jika terus membela kasus-kasus bermasalah.
“Muhammadiyah bukan tempat untuk membela mafia tanah. Jangan sampai nama besar ini dikorbankan demi kepentingan segelintir orang,” tuturnya.
Oleh karenanya, sambung Nurlette, Muhammadiyah harus mengambil langkah tegas untuk memastikan tidak ada lagi praktik “mafia kasus” yang bersembunyi di balik institusi resmi organisasi. Jika tidak, citra Muhammadiyah sebagai organisasi yang berintegritas bisa ternoda oleh kepentingan kelompok tertentu.
“Waspadalah, jangan sampai Muhammadiyah jadi alat bagi mereka yang bermain di balik layar,” pungkasnya.