BANTEN – Dinasti politik yang dipimpin oleh Ratu Atut Chosiyah di Provinsi Banten telah menjadi sorotan publik, terutama terkait kasus korupsi yang melibatkan anggota keluarganya.
Ratu Atut, yang menjabat sebagai Gubernur Banten dari 2007 hingga 2014, terjerat dalam dua kasus korupsi besar.
Pada tahun 2014, ia divonis empat tahun penjara atas kasus suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Akil Mochtar, terkait sengketa Pilkada Lebak.
Kemudian, pada tahun 2017, ia dijatuhi hukuman tambahan 5,5 tahun penjara atas kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten yang merugikan negara sebesar Rp79,7 miliar.
Selain Ratu Atut, adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, juga terlibat dalam berbagai kasus korupsi, termasuk suap dan pencucian uang. Wawan dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun.
Meskipun beberapa anggota keluarga Atut terjerat kasus hukum, dinasti politik ini masih memiliki pengaruh di Banten. Pada Pilkada 2020, beberapa kerabat Atut berhasil memenangkan pemilihan kepala daerah, menunjukkan bahwa pengaruh politik keluarga ini masih kuat di wilayah tersebut.
Kasus-kasus ini menyoroti tantangan dalam memberantas korupsi dan praktik nepotisme di tingkat lokal, serta pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh dinasti politik.
Dinasti politik Atut sangatlah berbahaya karena tak hanya mengoyak etika politik, sekaligus merusak demokrasi. Hal ini memastikan negara atau wilayah Banten bakal susah maju jika Dinasti Atut masih berkuasa.