Jateng – Masyarakat pekerja atau buruh FSPMI Jawa Tengah menyambut poisitif terkait kenaikan upah minimum nasional 2025 sebesar 6,5%. Meskipun kenaikan tersebut meskipun tidak sesuai dengan usulan kaum buruh pada umumnya yaitu 10 persen.
“Kami kaum buruh sangat berterima kasih kepada bapak Presiden Probowo Subianto – Wakil Presiden Gibran Raka buming Raka pada masa jabatannya yang telah memperhatikan dan sudah memberikan kepercayaan kembali pada buruh dengan menetapkan UMP/UMK 6,5%.” tegas perwakilan buruh FSPMI Jateng.
“Semangat bagi kami, produktifitas kami bangkit kembali, walau harapan kami awalnya di angka 8-10%, namun kami juga rasional.” sambungnya.
Ketua DPW FSPMI Aulia Hakim menyampaikan bahwa gaji buruh stuck dalam 3 tahun terakhir, sehingga pendapatan buruh mengalami menurunan atau minus, karena penyesuaian upah tidak sebanding dengan kenaikan inflasi.
“Tiga tahun terakhir upah tidak naik. Karena inflasi 2023 sebesar 2,7 persen. Sementara pak Jokowi waktu itu menyesuaikan UMK itu pada 2023 hanya 1,7persen. Artinya untuk menutup inflasi saja kita harus tambal sulam. Pertumbuhan ekonomi menurut data-data yang menjadi target pada masa kepemimpinan pak Jokowi tidak dicapai, itu hanya di framing saja, opini saja. Sehingga menurut kami kaum buruh tidak begitu diperhatikan sehingga menurunnya daya beli masyarakat / buruh.” bebernya.
Dalam pertemuan dengan perwakilan buruh, buruh juga meminta pemerintah membatalkan kenaikan PPN 12%. Alasannya kenaikan tersebut akan menggerus daya beli buruh. Mungkin pemerintah Pusat belum saatnya menaikkan PPN 12 persen, yaitu sesuai dengan pernyataan dari Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Buruh Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat menyampaikan bahwa rencana pemerintah menaikkan tarif PPN 12 persen bakal membuat upah para buruh di tahun depan tergolong minus, jika hal tersebut terjadi yang dilakukan oleh pemerintah pusat maka angka 6,5 persen menjadi sia-sia saja.