News  

Gratis Tapi Tidak Efektif? CELIOS memberikan rekomendasi kepada Pemerintah terhadap Masalah MBG

Jakarta — Program unggulan pemerintahan Prabowo–Gibran, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG), kembali menuai sorotan tajam dari kalangan ekonom.
Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menilai bahwa meskipun program ini berangkat dari niat mulia untuk menyediakan makanan bergizi bagi pelajar, pelaksanaannya masih menyimpan banyak persoalan mendasar.

“Secara ide, MBG itu bagus. Tapi dalam praktiknya, banyak kelemahan struktural yang bisa membuka peluang korupsi akibat tata kelola yang buruk dan distribusi yang tidak tepat sasaran,” ujar Media Wahyudi Askar, Direktur Fiscal Justice Celios, dalam keterangan tertulis, Rabu (23/10/2025).

Celios menyoroti bahwa beban anggaran MBG berpotensi sangat besar dan bisa mengorbankan sektor strategis lain seperti pendidikan, beasiswa, dan penciptaan lapangan kerja baru. Ia menyebut, penggunaan dana dalam jumlah masif tanpa sistem pengawasan kuat justru berisiko menurunkan efisiensi dan efektivitas pembangunan nasional.

Menurut Media, ada beberapa catatan krusial terhadap implementasi MBG:

1. Pelaksanaan belum inklusif — minim peran pedagang kecil dan komunitas lokal.
2. Efek samping negatif terhadap harga pangan rakyat serta pasar tradisional.
3. Potensi pengalihan sumber daya dari sektor pendidikan dan sosial ke program yang efektivitasnya belum terbukti.
4. Risiko fiskal jangka panjang yang bisa menekan APBN.

“Skema bantuan tunai langsung kepada keluarga miskin bisa lebih efisien, tepat sasaran, dan minim distorsi ekonomi dibandingkan distribusi massal makanan gratis lewat vendor besar,” tegas Media.

Celios memberikan enam rekomendasi utama agar program MBG tidak salah arah:

* Melakukan evaluasi komprehensif terhadap pelaksanaan dan dampak sosial ekonomi program.
* Memprioritaskan wilayah tertinggal dan daerah dengan tingkat gizi rendah.
* Memperbaiki targeting agar fokus ke anak SD di kawasan rawan gizi.
* Mempertimbangkan bantuan tunai kepada orang tua atau wali siswa.
* Melibatkan komunitas lokal dan UMKM dalam rantai pasok makanan.
* Mengelola risiko fiskal dan distorsi pasar agar tidak terjadi lonjakan harga bahan pokok.

Sementara itu, Peneliti Celios sekaligus Direktur Ekonomi Digital, Naihul Huda, menambahkan bahwa masalah utama program MBG ada pada tata kelola dan akuntabilitas.

“Kalau tata kelolanya tidak diperbaiki, potensi korupsi dalam MBG sangat besar. Apalagi jika target 100% tercapai pada 2029, beban APBN akan melonjak drastis dan bisa memicu defisit melebihi batas undang-undang,” kata Naihul.

Ia juga memperingatkan bahaya kebijakan relaksasi impor untuk kebutuhan MBG, seperti impor food tray atau bahan pendukung lainnya. Menurutnya, langkah itu justru bisa melemahkan industri dalam negeri.

“Celios mencatat, MBG belum menciptakan lapangan kerja baru. Banyak tenaga kerja hanya dialihkan dari kantin sekolah ke dapur MBG. Pemerintah perlu melibatkan kantin sekolah agar manfaatnya lebih merata,” tambah Naihul Huda.

Ia juga menegaskan, kasus keracunan akibat MBG yang sempat muncul di sejumlah daerah tidak boleh terulang lagi.

“Kalau bicara makan bergizi, yang pertama harus dijamin itu keamanan dan higienitasnya. Jangan sampai program mulia ini justru mencelakai anak-anak bangsa,” tegasnya.

Celios menutup laporannya dengan catatan bahwa MBG masih bisa menjadi program unggulan nasional jika dikelola dengan prinsip transparansi, partisipasi publik, dan pengawasan fiskal yang ketat.

Facebook Comments Box
Exit mobile version