JAKARTA – Presiden RI Prabowo Subianto telah menargetkan pertumbuhan ekonomi agar mampu mencapai angka 8 persen dengan mengoptimalkan berbagai sektor potensial. Presiden Prabowo juga telah mencanangkan 17 Program Prioritas mulai dari ketahanan pangan dan energi, pengentasan kemiskinan, hingga perbaikan sistem pendapatan negara.
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak terlepas dari sektor industri, seperti manufaktur, energi, dan infrastruktur. Pemerintah juga terus berupaya meningkatkan daya saing industri nasional, melalui kebijakan yang mendukung investasi, peningkatan produktivitas, dan pemanfaatan teknologi.
Namun, di tengah upaya tersebut, beberapa organisasi masyarakat (Ormas) mengambil sikap yang dianggap tidak menguntungkan bagi para pelaku industri di Indonesia. Tentunya gangguan tersebut bisa mengganggu iklim ekonomi di Indonesia.
Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) wilayah Jawa Barat (Jabar) Ning Wahyu Astutik, menilai bila keberadaan ormas merupakan salah satu wujud demokrasi.
Tapi fakta yang terjadi di lapangan, keberadaan para ormas justu menjadi kendala bagi para pelaku usaha. “Keberadaan ormas kita tetap menghargai. Itu kan bagian dari demokrasi, setiap orang berhak untuk berorganisasi. Tapi kalau sudah bicara apa yang sudah mereka lakukan, mengganggu dunia usaha, ya kita harus tegas. Saya berharap pemerintah harus tegas.” ucap Ning Wahyu Astutik dalam sebuah diskusi di Jawa Barat, baru-baru ini.
Ning Astutik berpendapat, investasi sangat dibutuhkan oleh Negara Indonesia. Adanya investasi tidak hanya menyerap tenaga kerja, akan tetapi ada efek domino yang ditimbulkan yang akan berpengaruh di sekitarnya. Karena itu, lanjut Ning, investasi harus dijaga. “Saya sangat berterima kasih kepada pemerintah yang kali ini sangat serius dalam menangani premanisme yang ada di Indonesia. Semoga para investor optimis berinvestasi di Indonesia sehingga ekonomi Indonesia tumbuh lebih baik.” kata Ning Astutik.
APINDO Jabar melalui Ning Astutik menyampaikan bahwa ia mendukung 8 misi program pemerintah yang disebut sebagai Asta Cita.
Menanggapi keluhan tersebut, Direktur Ekonomi Badan Intelijen Keamanan Polri (Baintelkam) Brigjen Pol Ratno Kuncoro S.I.K., M.Si. mengungkap data bahwa per 12 Februari 2025 jumlah ormas di Indonesia sebanyak 603.972, yang terdiri dari Yayasan dan perkumpulan.
Gangguan LSM dan ormas, ada di 51,1 persen. Peringkat kedua ada di desa dan masyarakat setempat terkait dengan masalah tenaga kerja.
Dari catatan tersebut disebut sudah 122 kali kedatangan ormas ke para pelaku usaha yang sifatnya memaksa. “Hampir setengah juta ormas yang terdiri dari yayasan dan perkumpulan. Dan ini pasti diteliti oleh staf Kumham terkait legalitas. Tapi kegiatan ormas itu tidak boleh melanggar hukum. Kalau bentuknya pemerasan, minta THR, kita tidak berikan toleransi itu. Intinya bahwa memang perlu upaya yang sifatnya signifikan. Artinya jelas, tempat mengadu bagi pelaku usaha dan investor. Kemudian rambunya jelas. Dan kami dari pihak keamanan, intelijen salah satu unsur kepolisian yang terdepan, mencium gelagat adanya ancaman. Kami membuka pintu dan kami siap menindaklanjuti.” ucap Brigjen Ratno Kuncoro dalam diskusi.
Ratno Kuncoro menyampaikan bila Presiden RI Prabowo Subianto paling tidak suka dengan adanya gangguan terhadap investor di Indonesia karena dapat merusak iklim ekonomi.
Menurutnya, terkait ormas menjadi perhatian untuk segera ditindaklanjuti. “Kami janjikan setelah lebaran untuk memperbaki sistem. Tidak ada lagi gangguan terhadap investor di Kawasan industri. Itu nomor satu. Karena saya ingat pidato Presiden Prabowo di Bandara Halim Perdana Kusuma saat bertolak ke India, nomor satu prioritas adalah lapangan pekerjaan. Jadi artinya investasi tidak boleh diganggu. Presiden Prabowo paling tidak suka dengan gangguan terhadap investasi. Karena merusak lapangan pekerjaan, merusak usaha, dan bisa membuat investor lari ke negara lain.” Jelas Brigjen Pol Ratno Kuncoro.